HomeAnalisisMemantau Kebijakan Impor, Kelola Pangan untuk Siapa?

Memantau Kebijakan Impor, Kelola Pangan untuk Siapa?

Published on

Kebijakan impor suatu komoditas bagi sebuah negara dewasa ini tidak dapat terelakkan. Impor menjadi faktor penting bagi kebutuhan pembangunan. Setiap negara dinilai tidak mampu memenuhi semua unsur penunjang pembangunan. Akan tetapi, masing-masing negara juga memiliki keunggulan dalam memproduksi komoditas tertentu.

Hanya saja tak selamanya kebijakan impor berimbas positif bagi perekonomian suatu negara. Tak jarang justru kebijakan impor yang salah bisa mendatangkan masalah. Kekhawatiran ini yang menyelimuti rencana pemerintah Indonesia mendatangkan sejumlah komoditas dari luar negeri beberapa waktu belakangan.

Pemerintah berdalih bahwa kebijakan ini adalah upaya pemerintah untuk mengamankan stok dan mengendalikan harga. Namun, upaya impor komoditas, seperti beras dan garam dari luar negeri juga disinyalir akan mengganggu perekonomian produsen lokal. 

Kedua pernyataan di atas adalah segelintir perspektif media massa daring kala memberitakan rencana impor pemerintah. Netray Media Monitoring ingin memperluas perspektif ini dengan memantau pemberitaan media massa.

Melalui kata kunci impor, pemantauan dilakukan selama periode 13 Maret hingga 21 Maret 2021. Apa saja sudut pandang pemberitaan media massa daring nasional? Lantas seberapa gencar wacana kebijakan impor dihadirkan dalam ranah publik? Mari simak hasil pemantauan Netray di bawah ini.

Laporan Statistika Wacana Kebijakan Impor Pemerintah

Pemantauan media massa dengan kata kunci impor menghasilkan setidaknya 886 artikel online. Jumlah ini terhitung cukup banyak mengingat pemantauan hanya dilakukan selama 9 hari saja. Terdapat 91 kantor berita yang membuat laporan terkait wacana impor. 

Oleh mereka, berita impor dimasukan ke dalam kategori pemberitaan yang cukup heterogen. Meskipun secara umum tergolong ke dalam kategori ‘finance and insurance’ dengan 387 laporan dan ‘government’ sebanyak 357 buah artikel. Keberagaman kategori ini menunjukan bahwa wacana impor sangat mempengaruhi kehidupan sosial di masyarakat.

Kehadiran wacana kebijakan impor komoditas dari pemerintah juga tidak mengenal waktu. Sejak dimulainya pemantauan hingga akhir periode, laporan media massa daring tentang isu impor tak pernah surut. Pada tanggal 15 Maret 2021 memang terjadi peningkatan jumlah berita yang cukup tinggi hingga mencapai 200 lebih artikel dalam satu hari. Namun, setelah itu hadir secara konstan di kisaran angka kurang lebih 100 artikel per hari.

Sedangkan sentimen analisis menunjukkan bahwa 415 artikel terindeks memiliki sentimen positif. Untuk sentimen negatif sendiri terdiri dari 283 laporan. Penjabaran lebih lanjut terkait sentimen analisis akan disampaikan pada bagian tulisan di bawah ini.

Mereka Bicara Wacana Impor Beras

Wacana impor komoditas beras memang sedang menanjak akhir-akhir ini. Akan tetapi, rencana pemerintah untuk membeli barang dari negara lain sebetulnya lebih banyak lagi. Dari grafik Top Words dapat dilihat sejumlah komoditas lain, seperti garam, cabai, dan daging juga masuk ke dalam pemberitaan. 

Impor beras memang terkesan lebih mendominasi karena komoditas ini merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Dampak yang dihasilkan pun lebih masih mengingat pertanian dalam negeri sebagian besar ditopang pertanian padi. Impor dinilai akan merugikan para pemilik sawah.

Menteri Perdagangan, Muhammad Luthfi menjadi aktor sentral dalam kebijakan impor kali ini. Pihaknya yang mengklaim bahwa cadangan atau stok beras pemerintah, yang berada di bawah pengawasan Bulog, dinilai tidak aman. Untuk itu Menteri Luthfi menyarankan pemerintah untuk mengambil cadangan beras dari luar negeri alias impor.

Berapa besaran impor yang ingin diajukan? Mengingat saat ini stok Bulog hanya berada pada level di bawah 500 ribu ton, maka untuk memperkuat cadangan dibutuhkan 1 juta ton lagi. Menteri Luthfi menjelaskan mengapa stok beras nasional tidak sesuai target karena serapan Bulog terhadap gabah petani lokal yang rendah.

Mendengar rencana ini, sejumlah penolakan muncul dari dalam dan luar pemerintahan. Komisi IV DPR adalah salah satu elemen dalam pemerintah yang melakukan penolakan. Ketua Bulog, Budi Waseso sendiri mengaku tidak akan gegabah melaksanakan kebijakan ini. Jika memang dirasa tidak dibutuhkan, pihaknya akan membatalkan rencana tersebut.

Sejumlah pemimpin daerah juga memprotes rencana impor beras oleh Mendag. Dua nama besar yang diliput media massa antara lain Ganjar Pranowo dan Ridwan Kamil. Ridwan mengaku bahwa daerahnya, Jawa Barat akan mendapatkan surplus pasokan beras setelah momen panen raya. Sedangkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo meminta pemerintah pusat untuk membuat kebijakan yang tak menyinggung perasaan petani.

Gelombang protes dari luar pun seperti tidak dapat terelakkan. Mantan Menteri Kelautan, Susi Pudjiastuti meminta langsung kepada Presiden Joko Widodo untuk menghentikan rencana kebijakan impor beras tersebut. Melalui cuitan di Twitter ia melihat bahwa petani di Indonesia masih mampu memenuhi kebutuhan beras dalam negeri.

Elemen mahasiswa, yang kerap dianggap elemen kritis, ikut merasa gerah dengan kebijakan impor. Media massa setidaknya menuliskan dua pernyataan penolakan dari dua organisasi mahasiswa, yakni GMNI dan Popmasepi. GMNI menyoroti keberadaan praktik pemburu rente dalam proyek pengadaan komoditas semacam ini, sedangkan Popmasepi melihat bahwa produksi pertanian semakin membaik dewasa ini.

Tak Melulu Impor Beras, Polemik Impor Merambah Komoditas Lain

Lantas bagaimana pemberitaan terkait kebijakan impor komoditas yang lain? Berdasarkan pemantauan Netray, garam menjadi isu impor kedua yang mendapat banyak perhatian. Narasi yang dibangun adalah kesangsian publik bahwa negara dengan garis pantai terpanjang di dunia ini justru malah mengimpor garam

Cara berpikir semacam ini terhitung cacat logika. Pasalnya tidak ada hubungan antara produksi garam dengan panjang garis pantai. Tinggi rendahnya hasil produksi garam tentu hanya dipengaruhi satu faktor, yakni bagaimana manajemen produksi garam nasional. Termasuk di dalamnya berapa luas lahan yang digunakan untuk mengolah garam hingga sistem distribusi. Pola konsumsi juga sangat berpengaruh, karena sebagian besar kebutuhan garam nasional adalah untuk industri.

Selanjutnya ada komoditas cabai yang juga menuai wacana kebijakan impor. Tingginya harga cabai dipasaran menjadi penyebab mengapa wacana ini muncul. Akan tetapi, pemerintah melalui Mendag Luthfi memastikan bahwa tidak akan ada rencana impor cabai merah untuk menstabilkan harga. Harga yang tinggi ini justru akan dinikmati oleh petani cabai.

Daging menjadi komoditas terakhir yang cukup banyak diberitakan. Kebutuhan menjelang hari raya membuat wacana impor kembali mencuat. Dari sekian banyak impor komoditas yang mendulang kontroversi, impor daging ini tidak dianggap bermasalah. Indonesia memang belum memiliki industri peternakan sapi yang memadai sehingga kebutuhan tahunan selalu dipenuhi dengan skema impor dari luar negeri.

Anekdot Soekarno menyebut petani sebagai “penjaga tatanan negara Indonesia” menjadi sangat relevan dengan kondisi saat ini. Bagaimanapun urusan pemenuhan kebutuhan konsumsi nasional adalah pangkal berdirinya negara. Termasuk di dalamnya menjamin kesejahteraan para petani yang menghasilkan komoditas dari dalam negeri dan memberantas mafia rente atas kebijakan impor. Semoga Indonesia kedepannya semakin sejahtera.

More like this

Insight Analisis Sentimen Debat 1-5: Siapa yang Paling Populer?

Netray mengumpulkan hasil analisis sentimen debat capres cawapres untuk melihat bagaimana respons warganet Twitter...

Analisis Sentimen Debat Capres Terakhir; Anies Kembali Unggul

Debat capres terakhir telah dilaksanakan pada Minggu 4 Februari 2024. Ketiga calon presiden memamerkan...

Bimbel Online Zenius Berhenti Beroperasi, Banjir Apresiasi Warganet X

Dari pertengahan hingga menjelang akhir dekade lalu, aplikasi bimbel online sempat naik daun dalam...
%d bloggers like this: